BAB. I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian
Upaya pemerintah untuk
meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat dengan biaya terjangkau dilakukan
pemerintah daerah dengan perbaikan secara terus-menerus (continous
improvement) baik dalam bidang administrasi, pelayanan, teknologi kesehatan
dan sebagainya. Surat Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indanesia Nomor 228/Menkes/SKIll/2002 tentang Pedoman
Penyusunan Standar Pelayanan Minimum Rumah sakit yang wajib dilaksanakan oleh
pemerintahan daerah (http://www dinkesjatim.go.id/data-informasi.html) dan
Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang menyebutkan
bahwa pembangunan kesehatan merupakan salah satu bidang yang wajib dilaksanakan
oleh pemerintah daerah (propinsi) dan bertanggungjawab sepenuhnya dalam
penyelenggaraan pembangunan kesehatan dalam meningkatkan taraf kesehatan
masyarakat. Pemerintah daerah memiliki peran yang sangat strategis dalam upaya
mempercepat derajat kesehatan masyarakat. Disamping itu, dikeluarkan pula Surat
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 004/Menkes/Sk/I/2003
Kebijakan dan Strategi Desentralisasi Bidang Kesehatan. Keberhasilan
desentarlisasi ini diperlukan komitmen pemerintah daerah, legislatif,
masyarakat dan stakeholder lain secara berkesinambungan pembangunan
kesehatan
Kondisi ini mendorong RSD yang dulu merupakan
cost centre, dimana semua biaya operasional RSD dibiayai oleh pemerintah
pusat dan pemerintah daerah melalui APBD dan APBN, kini harus memadukan
orientasi service public oriented dan profit oriented. Hal ini
bertujuan agar beban anggaran daerah dan pusat dapat dikurangi atau bahkan
apabila memungkinkan RSD menjadi salah satu lembaga penghasil sumber pendapatan
asli daerah (PAD). Oleh karena itu diperlukan pengelolaan RSD yang profesional
menuju terciptanya suatu lembaga publik yang berorientasi pada value for
money (economy efficiency, and efectifity).
Salah satu faktor untuk menciptakan value
for money adalah komitmen yang diciptakan oleh semua komponen-komponen
individual dalam menjalankan operasional organisasi. Komitmen tersebut sering
disebut dengan komitmen organisasi. Komitmen tersebut dapat tercipta apabila
individu dalam organisasi sadar akan hak dan kewajibannya dalam organisasi
tanpa melihat jabatan dan kedudukan masing-masing individu, karena pencapaian
tujuan organisasi merupakan hasil kerja semua anggota organisasi yang bersifat
kolektif. Penelitian yang dilakukan oleh Kouzes, menunjukkan bahwa kredibilitas
yang tinggi mampu menghasilkan suatu komitmen, dan hanya dengan komitmen yang
tinggi, suatu perusahaan mampu rnenghasilkan bisnis yang baik (Kouzes, 1993:
32, Setyo Riyanto, 2002: 47). Mowday et.al (1979), komitmen organisasi
merupakan keyakinan dan dukungan terhadap nilai dan sasaran (goal) yang
ingin dicapai organisasi. Individu yang berkomitmen tinggi akan berpandangan
positif dan berusaha berbuat terbaik bagi perusahaan (Porter, et.al, 1979).
Terkait dengan rerangka manajemen berbasis
kinerja, setiap individu bertanggungjawab atas kinerja. Grote (1997) terdapat
lima tanggung jawab utama yang harus dipenuhi oleh setiap individu dalam
organisasi untuk menciptakan kinerja yang diinginkan yaitu: (1) memberikan
komitmen terhadap pencapaian tujuan, (2) meminta umpan balik atas kinerja yang
telah ia lakukan, (3) melakukan komunikasi secara terbuka dan teratur dengan
manajernya, (4) mendapatkan data kinerja dan membagi data itu kepada pihak
lain, dan (5) menyiapkan diri untuk dievaluasi atas kinerja yang telah ia capai.
Selain
komitmen organisasi faktor yang tidak kalah pentingnya berpengaruh pada kinerja
organisasi adalah budaya organisasi. Budaya organisasi yang baik tentunya akan
mempengaruhi kualitas pelayanan rumah sakit yang baik pula. Hal ini sesuai
dengan pendapat Tjiptono (2000: 75), yang mengemukakan bahwa kualitas pelayanan
sendiri sebenarnya dipengaruhi oleh banyak aspek salah satunya adalah budaya
organisasi dan cara pengorganisasiannya. Budaya organisasi sangat berpengaruh
terhadap perilaku para anggota organisasi, sehingga jika budaya organisasi
suatu rumah saklt baik, maka tidak mengherankan jika anggota organisasi adalah
orang-orang yang baik dan berkualitas pula. Sehingga tidak salah jika Schein (1984), mengungkapkan bahwa banyak karya akhir-akhir ini berpendapat
tentang peran kunci budaya organisasi untuk mencapai keunggulan organisasi.
Budaya organisasi baik secara langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh
terhadap komitmen organisasi dan kinerja.
Robbins
(1998: 595), terdapat tujuh karakteristik primer untuk memahami hakikat dari
budaya organisasi yaitu: (1) inovasi dan pengambilan keputusan (innovation
and risk taking), (2) perhatian pada
rincian (attention to detail), (3) orientasi pada hasil (outcome
orentation), (4) orientasi pada orang (people orentation), (5)
orientasi pada tim (team orentation), (6) Agresivitas (agresiveness)
dan (7) kemantapan (stability).
Dalam konteks organisasi pemerintahan,
akuntabilitas publik adalah pemberian informasi kepada publik dan konstituen
lainnnya yang menjadi pemangku kepentingan (stakeholder) (Mahmudi, 2005:
9). Akuntabilitas publik juga terkait dengan kewajiban untuk menjelaskan dan
menjawab pertanyaan mengenai apa yang telah, sedang dan direncanakan akan
dilaksanakan organisasi publik. Oleh karena itu, akuntabilitas pemerintah
seharusnya tidak hanya memusatkan pada pemanfaatan sumberdaya (input)
semata tetapi juga pada kinerjanya (Herbert Leo, 1997). Akuntanbilitas publik
sesuai dengan karakteristik good governace berkenaan dengan (1) paricipation;
(2) rule of law; (3) transparancy; (4) Responsiveness; (5)
consensus orientation; (6) equitty; (7) effectiveness and
efficiency; dan (8) strategy vision (Mardiasmo, 2002; UNDP dalam
LAN, 2000)
Pengukuran kinerja dalam penelitian ini
menggunakan pendekatan balanced scorecard yang memadukan pengukuran
finansial dan pengukuran non finansial yang sangat cocok digunakan untuk
mengukur kinerja lembaga atau organisasi sektor publik termasuk RSD. Balanced
scorecard terdiri empat perspektif yaitu (1) perspektif keuangan, (2)
perspektif pelanggan, (3) perspektif proses bisnis internal dan (4) perspektif
pembelajaran dan pertumbuhan (Kaplan & Norton. 1996: 44), Hongren, Foster,
dan Datar, 2000:461).
Lebih lengkapnya bisa anda download disini. Terimakasih sudah mengunjungi, jangan lupa tinggalkan komentar ya :D
Tetap Semangat !!!
Tetap Semangat !!!
Posting Komentar
Posting Komentar